Rabu, 24 Februari 2010

sejarah islam

1. Pembaharuan di Turki oleh Mustafa Kemal

A. Latar Belakang
Kemajuan yang dialami oleh bangsa turki ternyata membawa turki dalam Perang Dunia 1, dengan memihak pada Jerman. Setelah perang berakhir dengan kekalahan di pihak Jerman dan Turki, Kabinet Turki Muda mengundurkan diri. Talat Pasya, Enver Pasya dan Jemal Pasya melarikan ke eropa, sedangkan Perdana menteri yang baru, yaitu Ahmed Izzet Pasya mencari perdamaian dengan pihak yang menang sehingga tentara sekutu dapat masuk dan menduduki bagian-bagian tertentu dari kota istambul.
Pada masa itu, Yunani yang ingin mengembalikan kejayaan lama, mendarat di izmir pada tanggal 15 mei 1919 dengan di bantu oleh kapal perang Inggris, Prancis dan Amerika. Tanah, yang sejak ratusan tahun dianggap sebagai tanah air oleh orang Turki, hendak di rampas oleh mereka. Sehingga hal ini menimbulkan amarah dan semangat rakyat Turki untuk membela tanah air nya tersebut.
Dalam suasana inilah muncul Mustafa Kemal, yaitu seorang pemimpin baru yang menyelamatkan kerajaan Usmani dari kehancuran total dan Bangsa Turki dari kerajaan Eropa. Ia adalah pencipta Turki modern dan atas jasanya ,ia mendapat gelar Ataturk (bapak turki).

B. Sekilas tentang Mustafa Kemal
Mustafa Kemal lahir di salonika pada tahun 1881 sebagai anak seorang pegawai kecil yang kemudian menjadi pedagang kayu. Sesuai dengan kebiasaan Turki pada waktu itu, ia dinamai Mustafa saja. Ayahnya, Ali Rıza , seorang pegawai bea cukai, ia meninggal dunia ketika Mustafa baru berusia tujuh tahun. Karena itu, Mustafa kemudian dibesarkan oleh ibunya, Zubeyde seorang wanita yang amat dalam perasaan keagamaanya.
Pada mulanya Mustafa, atas desakan ibunya dimasukan di madrasah, tetapi karena tidak merasa senang belajar di sana, ia selalu melawan guru. Ia kemudian di masukkan orang tuanya ke sekolah dasar modern di Salonika. Selanjudnya ia memasuki sekolah Meliter Menengah atas usahanya sendiri. Dalam usia 14 tahun ia tamat belajar di sekolah ini dan meneruskan pelajaran di Sekolah Latihan Militer di Monastir. Di tahun 1899, setelah menyelesaikan pelajaran di Sekolah Latihan Militer, ia memasuki Sekolah Tinggi Meliter di Istambul. Ijazanya ia peroleh enam tahun kemudian dan kepadanya di beri pangkat kapten.
Masa studi Mustafa kemal di istambul adalah masa meluasnya tantangan terhadap kekuasaan absolute Sultan Abdul Hamid dan massa pembentukan perkumpulan- perkumpulan rahasia bukan di kalangan politisi saja, tetapi juga di kalangan pemuda di sekolah-sekolah militer.
Di Damaskus ia juga tidak melepaskan diri dari kegiatan politik, dan selalu mengadakan perjumpaan dangan pemuka-pemuka yang di buang ke kota ini. Di tahun 1906 mereka membentuk perkumpulan Vatan (tanah air). Mustafa Kamal, dalam kedudukannya sebagai perwira yang dapat berkunjung ke kota-kota lain, memberi bantuan dalam membentuk cabang-cabang di Yaffa, Yerusalem dan Beirut. Kemudian ia melihat bahwa di daerah ini revolusi Turki tidak akan bisah muncul, karena penduduknya berbangsa Arab dan juga terletak agak jauh dari Istambul. Tempat yang strategis ialah Salonika. Cuti sakit yang di perolehnya, ia pakai berkunjung ke tempat ia lahir itu. Di sana ia berhasil membentuk cabang dari perkumpulan yang di dirikan di damaskus . namanya di ubah menjadi Vatan ve Hurriyet (Tanah Air dan Kemerdekaan).
Di Tahun 1707 ia di pindahkan ke Salonika untuk bekerja di staf umum. Pada masa itu Perkumplan Persatuan dan Kemajuan yang biasa disebut sebagai kelompok Turki Muda, telah berpusat di kota ini. Mustafa Kemal melihat tidak ada jalan lain kecuali turut menggabungkan diri dalam gerakan Persatuan dan Kemajuan. Dalam revolusi 1908 ia tidak mempunyai peranan, karena tidak dapat menandingi pemimpin-pemimpin senior seperti Enver, Talat, Jemal dan lain-lain.
Di konferensi perkumpulan persatuan dan kemajuan yang di adakan di Salonika, Mustofa Kemal mengeluarkan pendapatnya tentang partai dan tentara. Keadaan serupa ini, menurut Mustofa Kemal, tidak menguntungkan bagi perjuangan: Agar Negara dan Konstitusi dapat di pertahankan, demikian ia menjelaskan, di perlukan tetara yang kuat di satu pihak dan partai yang kuat di pihak lain. Perwira yang harus tunduk kepada dua kepala akan menjadi prajurit yang tidak baik dan srekaligus juga politikus yang tidak baik. Ia akan mengabaikan kewajiban –kewajiban militernya dan mudahlah musuh mengadakan gerakan perlawanan, seperti yang di adakan Sultan Abdul Hamid pada waktu itu hubungannya dengan rakyat terputus dan terjadilah kekacauai politik dan selanjunya timbul perasaan tidak senang di kalangan rakyat. Perwira mesti memilih, tinggal dalam tentara dan keluar dari partai. Selanjutnya di keluarkan undang-undang yang melarang perwira menjadi anggota partai. Pendapatnya ini kurang mendapat sambutan dari konferensi.
Ia dengan temannya Ali Fethi tidak setuju dengan polititik Enver, Talat dan Jemal dan tidak segan mengeluarkan kritik terhadap ketiga pimpinan itu, akhirnya di tahun 1913 Fethi di buang ke sofia sebagai duta dan Mustafa kemal ikut sebagai Atase Militer. Di sinilah Mustafa Kemal berkenalan langsung dengan peradaban barat yang amat menarik perhatiannya, terutama pemerintahan parlementer. Setelah perang dunia ke l pecah ia di panggil kembali untuk menjadi panglima Divisi XIX.
Di medan pertempuran ia menunjukan keberanian dan kecakapannya terutama di daerah Gallipoli dan daerah perbatasan Kaukasus. Sebagai penghargaan terhadap kecakapannya dalam medan pertempuran, pangkatnya di naikkan dari Kolonel menjadi Jenderal di tambah gelar Pasya. Hubungan dengan pemimpin-pemimpin perkumpulan persatuan dan kemajuan tetap tidak lancar. Politik Enver Pasya melibatkan kerajaan Usmani dalam Perang Dunia l ia salahkan. Akhirnya ia mengundurkan diri dari perkumpulan itu.
Sehabis Perang Dunia 1 ia diangkat menjadi panglima dari pasukan yang ada di Turki selatan. Izmir telah jatuh dan Smyrna telah diduduki tentara sekutu, dan kewajiban Mustafa Kemallah memebaskan daerah itu dari kekuasaan asing. Dengan mendapat sokongan dari rakyat yang telah mulai membentuk gerakan-gerakan membela tanah air, ia akhirnya dapat memukul mundur musuh dan menyelamatkan daerah turki dari penjajahan asing.

C. Pembaharuan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal
Dasar pemikiran pembaharuan Mustafa kemal adalah Westerisme, sekularisasi dan nasionalisme. Adapun beberapa pembaharuan yang dilakukan Mustafa Kemal adalah :
1. Pembaharuan bentuk Negara
Yaitu diadakannya sekularisme dimana pemerintahan harus dipisahkan dari agama
2. Kedaulatan terletak di tangan rakyat
3. Jabatan khalifah dan jabatan sultan yg dipegang oleh raja turki dihapuskan
4. Menghilangkan institusi keagamaan yang ada dalam pemeritahan.
5. Hukum syariat dalam hukum perkawinan dig anti oleh hukum swiss.
6. Diadakan hukum baru seperti hukum dagang, hukum pidana, hukum laut dan hukum obligasi yang menggunakan model hukum barat.
7. Sekolah-sekolah di letakan di bawah pengawasan kementrian pendidikan.
8. Pendidikan agama di tiadakan di sekolah-sekolah, di daerah perkotaan pada tahun 1933.
9. Pelajaran bahasa arab dan Persia yang terdapat pada kurikulum sekolah sebelumnya di hapuskan, tulisan arab di tukar dengan tulisan latin pada tahun 1928
10. Pemakaain tarbus di larang di tahun 1925 dan sebagai penggantinya di anjurkan memakai topi barat. Pakaian keagamaan juga di larang dan rakyat Turki harus menggunakan pakaain barat baik pria maupun wanita.
11. Hari cuti resmi mingguan di ubah dari hari Jum’at menjadi hari Minggu.
Melihat perkembangan yang tersebut di atas, Republik Turki adalah Negara sekuler. Tetapi meskipun begitu, apa yang di ciptakan Mutafa Kemal belumlah Negara yang betul-betul sekuler. Meskipun syariat telah di hapus pemakaainya dan pendidikan agama di keluarkan dari kurikulum sekolah, tetapi Republik Turki Mustafa Kemal masih mengurus soal agama, melalui Departemen Urusan Agama, sekolah-sekolah Pemerintah untuk imam dan khatib, dan Fakultas Ilahiyat dari Perguruan Tinggi Negara, Universitas Istambul.
Sekularisasi yang di jalankan Mustafa Kemal tidak sampai menghilangkan agama. Sekularisi nya berpusat pada kekuasaan golongan ulama dalam soal nagara dan dalam soal politik. Oleh karena itu pembentukan partai yang berdasarkan agama di larang, seperti Partai Islam, Partai Kristen, dan sebagainya. Yang terutama di tentangnya, ialah ide negara islam dan pembentukan nagara islam. Negara mesti di pisahkan dengan agama. Institusi-institusi negara, sosial, ekonomi, politik dan pendidikan harus di bebaskan dari kekuasaan syariat. Negara pada waktu itu, menjamin kebebasan beragama bagi rakyat
Paham sekularisme dan sekularisasi yang di jalankan Mustafa Kemal bukan tidak mendapat tentangan.Tantangan keras datang dari golongan islam, tetapi dapat ia patahkan.
Semenjak timbulnya tiga aliran pembaharuan di Turki, golangan Barat, golongan Islam dan golongan Nasionalis Turki, telah dapat di ramalkan bahwa yang akhirnya akan mendapat kemenangan adalah golongan Nasionalis. Ide golongan Islam yang ingin mempertahankan institusi dan tradisi lama, ketika dunia timur banyak di pengaruhi ide pembaharuan tidak akan mendapat dukungan yang kuat. Demikian juga ide westernisasi yang ingin meniru barat dan mempertahankan sistem pemerintahan Kerajaan Usmani di ketika rasa anti-Barat dan ati-Sultan sedang meningkat di Turki, tidak akan dapat bertahan . Tetapi golongan Nasionalis, yang ingin mengadakan pembaharuan atas dasar Nasionalisme dan peradaban barat, di ketika dunia timur sedang di pengaruhi ole ide nasionalisme dan pembaharuhan, pasti akan memperoleh kemenangan. Keadaan dan situasi pada zaman itu memang menolong bagi Mutafa Kemal untuk mewujudkan cita-citanya.

2. Pergerakan di India dan Pakistan
A. Tokoh – tokoh Pembaharuan di India dan Pakistan
Adapun tokoh-tokoh pembaharuan di India dan Pakistan adalah sebagai berikut :
a. Sayyid Abdul Azis (1746-1823)
Beliau merupakan salah seorang murid Waliyullah dan meneruskan perjuangannya yaitu Abdul Aziz. Beliau lahir di Delhi pada tahun 1746 M, dan wafat pada tahun 1823 M. Dalam usaha untuk mengangkat harkat orang-orang Islam, Abdul Aziz berusaha dengan pokok - pokok pikirannya, yaitu :
• Kemunduran ummat Islam itu disebabkan masuknya ajaran Persia dan animisme yang membaur dengan ajaran Islam. Oleh sebab itu ajaran Islam, dalam hal ini Tauhid, harus dititik beratkan pada Pintu ijtihad yang harus selalu terbuka.
• Roh wali tidak mempunyai kekuatan dan tidak dapat menolong orang dari kesulitan dan kesengsaraan.
• Sunnah yang dapat diterima hanyalah sunnah Nabi yang timbul di zaman Khulafaurrasyidin.

b. Sayyid Ahmad Syahid (1786-1831)
Beliau adalah seorang mujahid yang memberikan perhatian yang cukup serius dalam bidang Tauhid Al-Qur’an dan Hadist. Beliau berpendapat bahwa kemunduran yang dialami oleh umat islam di India disebabkan karena agama Islam yang mereka anut sekarang bukan lagi agama islam yang murni.
Beliau adalah salah seorang dari murid Syah Abdul Aziz, yang berpengaruh dalam gerakan untuk melaksanakan ajaran-ajaran Imam Waliyullah. Sayyid Ahmad Syahid juga terkenal juga dengan nama Sayid Ahmad Barelvi. Ia lahir pada tahun 1786 di Rae Bareli, suatu tempat yang terletak dekat Locnow. Pendidikannya khusus dalam bidang agama dimulai dari kota kelahirannya, kemudian melanjutkan ke Delhi, dan di sinilah ia menjadi salah seorang murid Abdul Aziz. Usaha pemurnian dan pembersihan dalam Tahuhi diarahkan kepada:
• Menyembah kepada Allah dilakukan secara langsung, bukan dengan perantara dan tanpa upacara yang berlebih-lebihan.
• Kepada semua makhluk tidak boleh disifatkan dengan sifat Tuhan, Malaikat, Roh wali dan lain-lain sama lemahnya dengan manusia ia tidak dapat memberikan pertolongan dalam mengatasi segala kesulitan.
• Kebiasaan membaca tahlil dan menghiasi kuburan adalah bid’ah yang menyesatkan yang harus dijauhi, sedangkan sunnah yang diterima hanyalah sunnah Nabi dan sunnah Khulafaurrasyidin.


c. Sayyid Ahmad Khan
Sayid Ahmad Khan lahir pada tahun 1817 Masehi keturunan dari Rasulullah Muhammad SAW, dari pihak Husein. Neneknya adalah seorang pembesar istana di zaman Alamghir II (1754-1759). Pendidikan yang ia tempuh melalui pendidikan tradisional dalam pengetahuan agama dan disamping bahasa Arab ia juga belajar bahasa lainnya. Menurut pemikiran Sayid Ahmad Khan, kemajuan ummat Islam bukan dengan cara memusuhi Inggris dan bekerja sama dengan Hindu, tetapi harus dengan mendekati orang-orang Inggris, karena kamajuan Islam tidak terlepas dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Sedangkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern banyak dihasilkan oleh orang-orang Inggris.
Penafsiran dan interpretasi yang diberikannya terhadap ajaran-ajaran Islam lebih dapat diterima oleh golongan terpelajar (Islam) dibanding dari hasil penafsiran yang lama atau sebelumnya. Pemikirannya dalam keagamaan itu antara lain :
• Perkawinan menganut asas monogami, poligami bertentangan dengan semangat Islam dan hal ini tidak akan diizinkan kecuali dalam keadaan memaksa. Islam dengan tegas melarang perbudakan, termasuk perbudakan dari tawanan perang, meskipun syariat memperkanankannya.
• Bank Modern, transaksi perdagangan, pinjaman serta perdagangan internasional yang meliputi ekonomi modern, meskipun semua itu mencakup pembayaran bunga, tidaklah dianggap riba, karena hal itu tidak bertentangan dengan hukum Al-Qur’an.
• Hukum potong tangan yang didasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah bagi pencuri, lemparan batu serta cambukan 100 kali bagi pezina hanya sesuai dengan masyarakat primitif yang kekurangan tempat penjara atau tidak mempunyai penjara.
• Jihad itu dilarang kecuali dalam keadaan memaksa untuk mempertahankan diri.

d. Muhammad Iqbal
Dr. muhammad Iqbal adalah salah seorang tokoh abad ke-20 yang menjadi kebanggaan dunia islam, dulu, kini dan akan datang. Beliau telah memberikan sumbangan besar pada dunia islam bahkan dunia internasional, Tokoh yang berasal dari Pakistan ini selain terkenal sebagai penyair besar dalam peradaban dunia sastra islam juga terkenal sebagai pemikir, filosof, ahli perundang-undangan, reformis, politikus, ahli kebudayaan dan pendidikan.
Kalau kita perhatikan karya-karyanya yang dituangkan dalam syair-syair dan puisinya dapat kita tangkap beliau tidak hanya menyerukan rasa hatinya dalam pembentukan atau kemerdekaan negara Pakistan dari tangan penjajah, tetapi juga tentang kegemilangan zaman islam di Spanyol, mengenai nasib Umat islam seperti faktor-faktor yang menjadi penyebab kemunduran umat islam dan faktor-faktor yang mendorong kebangkitan umat islam, beliau juga menyinggung tentang keburukan dan kebaikan budaya barat dan sebagainya.

Riwayat Hidup Sang Penyair
Dr.Muhammad Iqbal dilahirkan di Sialkot, Wilayah Punjab (pakistan barat) pada tahun 1877. Iqbal berasal dari keluarga Brahma Kashmir, tetapi nenek moyang Muhammad Iqbal telah memeluk islam 200 tahun sebelum Ia dilahirkan. Ayah muhammad Iqbal, Nur Muhammad adalah penganut islam yang taat dan cenderung ke pada ilmu tasawuf. Dengan lingkungan dan asuhan yang ada dalam rumah muhammad Iqbal, sedikit banyak telah menanamkan roh islam dalam jiwa Muhammad Iqbal, Ia masuk sekolah dasar dan menengah di Sialkot. pada masa yang sama Ia mendapatkan pendidikan agama secara langsung dari seorang guru yang bernama Mir Hassan, dari guru beliau ini ia memahami islam secara mendalam, mengajarinya sikap kritis dan mengasah bakatnya dalam dunia kesusastraan. Tidak berlebihan jika dikatakan pengaruh didikan gurunya Mir Hassan ini direkam mendalam dan sangat mempengaruhi jiwa Muhammad Iqbal yang ia ukir lewat untaian bait-bait syair.
Pada tahun 1895 Muhammad iqbal melanjutkan sekolahnya di Government College Lahore. di sini ia dapat menguasai bahasa arab dan inggris dengan baik disamping penguasaanya terhadap bahasa urdu dan bahasa persi. Ia lulus sarjana muda Bachelor of Arts tahun 1897 untuk jurusan Filsafat, Bahasa Arab, dan Sastera Inggeris, dan gelaran Master of Arts pada 1899, setelah itu Ia mendalami bahasa arab di Oriental College, Lahore. saat beliau mendapatkan gelar Master of Arts Ia bertemu dengan Sir Thomas Arnold, seorang cendekiawan pakar filsafat modern, yang kemudian menjadi jambatan Iqbal ke peradaban Barat dan mendukungnya untuk melanjutkan pendidikan di Eropa. Selama berada di Lahore Iqbal banyak penulis puisi dan banyak berkenalan dengan sastrwan-sastrawan terkenal serta aktif pada persatuan-persatuan sastrawan di sana.
Muhammad Iqbal yang kuat keislamannya sangat tertarik kepada Profesor Thomas Arnold Sahabat rapat kenalannya sekaligus gurunya, karena Thomas Arnold seorang orientalis yang berpegang teguh kepada fakta-fakta ilmiah, cenderung kepada kebenaran, tidak merendahkan Islam dan tidak mencaci penganut-penganut Islam, sebagaimana setengah orientalis yang anti Islam.
Dengan gagasan ilmu dan kebudayaan Islam murni yang dipelajarinya dari Mir Hassan dan cara Thomas Arnold menyampaikan pengetahuan Islam, menimbulkan dua pengaruh dalam diri Muhammad Iqbal yaitu menghayati nilai suci Islam dan menghargai serta mengambil nilai-nilai yang baik dari peradaban Barat.
Selama Belajar di Eropa pemikiran Muhammad Iqbal tidak jumud, sebaliknya ia memperhatikan dengan hikmah perkembangan peradaban barat. Ia mendapatkan bahwa orang orang Barat lebih mementingkan kebendaan dari pada kehormatan, mereka mengagungkan paham materialisme, imperialisme, dan nasionalisme. Iqbal mengingatkan bahawa kehidupan masyarakat yang sedemikian itu lambat-laun akan musnah dan binasa.

Politik
Pada tahun 1927, Iqbal berkiprah di arena politik secara aktif dan Ia dipilih sebagai perwakilan Dewan Punjab selama tiga tahun. Selanjutnya pada tahun 1930 diangkat menjadi presiden Sidang Tahunan Liga Muslim yang berlangsung di Allahabad. Dalam kesempatan ini Iqbal mengutarakan ide pembentukan sebuah negara Islam Pakistan. Ide ini dibentangkan berdasarkan geografi, keagamaan dan kesejahteraan masyarakat Islam yang jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan masyarakat Hindu.
Tujuan membentuk negara islam itu ditegaskan oleh Iqbal dalam rapat Liga Muslim pada tahun 1930 yang mendapat dukungan dari para anggotanya. Sejak saat itu ide dan tujuan pembetukan negara islam tersebut diumumkan secara resmi dan kemudian menjadi tujuan perjuangan nasional umat Islam India. Disebabkan gagasan ide ini, Iqbal telah diberi julukan sebagai : ‘Bapak Pakistan’. Daerah-daerah yang diinginkan oleh Iqbal menjadi satu negara Islam India adalah Punjab, daerah perbatasan Utara Sind dan Balukhistan. Di samping menyuarakan pembentukan negara Islam Pakistan, Iqbal juga menyeru kepada kebangkitan dan mempererat persaudaraan Islam sedunia. Bagaimanapun sebagai seorang yang dilahirkan di Timur, Iqbal tetap mempertahankan dan menyanjung kebudayaan dan keperibadian Timur yang halus, tinggi dan indah. Tentunya termasuk dalam arti kata Timur itu ialah hasil budaya masyarakat benua kecil India. Terbentuknya negara islam Pakistan sebagaimana yang diasaskan Muhammad Iqbal dapat tercapai pada tahun 1947 setelah beliau meninggal dunia.

Karya-karyanya
Muhammad Iqbal adalah seorang yang kreatif berpuisi. Segala pemikiran dan perjuangannya terpancar dalam puisinya yang bernafaskan Islam dengan pengolahan bahasa dan bait syair yang indah. Oleh kerana itu beliau lebih dikenal sebagai sastrawan besar islam. Antara karya puisinya yang dianggap besar pernah diterbitkan ialah Asrari Khudi (Rahsia agung-Rahsia Peribadi), terbit pada tahun 1915, diikuti dengan Rumuz bi Khudi (Rahsia tidak Mementingkan Diri Sendiri), pada tahun 1917, Fayami Mashriq (Pesan Untuk Timur), Tulu'ul Islam (Munculnya Islam) dan banyak lagi pada tahun-tahun berikutnya, bukunya yang dianggap penting ialah Reconstruction of Religious Thought in Islam (Membina Kembali Cita-Cita Keagamaan Dalam Islam) dan sebuah lagi yang tidak dapat disiapkannya kerana sakit tua yang dideritanya ialah The Reconstruction of Muslim Jurisprudence.
Kebanyakan sajak-sajaknya ditulisnya dalam bahasa Parsi dan Urdu. Setelah sakit agak lama, Sang penyair agung islam Muhammad Iqbal menghembuskan nafasnya yang terakhir pada 21 April 1938 dalam usia 65 tahun. Sayangnya beliau tidak sempat melihat sebagian dari usaha dan impiannya yang kemudian setelah ia wafat menjadi kenyataan. Sesaat sebelum wafatnya, sang penyair besar itu menggoreskan sajak:
“Bila beta telah pergi meninggalkan dunia ini
Tiap orang kan berkata ia telah mengenal beta
Tapi sebenarnya tak seorang pun kenal kelana ini, apa yang Ia katakan Siapa yang
ia ajak bicara Dan darimana ia datang.”

e. Muhammad Ali Jinnah
Muhammad Ali Jinnah adalah anak seorang saudagar dan lahir di Karachi pada tanggal 25 Desember 1876. di masa remaja ia telah pergi ke London untuk meneruskan studi dan di sanalah ia memperoleh kesarjanaannya dalam bidanghukum di tahun 1896. Pada tahun itu juga ia kembali ke India dan bekerja sebagai pengacara di Bombay. Tiada lama sesudah itu ia menggabungkan diri dengan Partai Kongres.
Pada tahun 1913 itu juga Jinnah dipilih menjadi Presiden Liga Muslimin. Pada waktu itu ia masih mempunyai keyakinan bahwa kepentingan umat Islam India dapat dijamin melalui ketentuan-ketentuan tertentu dalam Undang-Undang Dasar. Untuk itu ia mengadakan pembicaraan dan perundingan dengan pihak Kongres Nasional India. Salah satu hasil dari perundingan ialah perjanjian Lucknow 1916. menurut perjanjian itu ummat Islam India akan memperoleh daerah pemilihan terpisah dan ketentuan ini akan dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar India yang akan disusun kelak kalau telah tiba waktunya.
Selanjutnya dalam Konferensi Meja Bundar London yang diadakan pada tahun 1930-1932 ia menjumpai hal-hal yang menimbulkan perasaan kecewa dalam dirinya. Ia memutuskan mengundurkan diri dari lapangan polotik dan menetap di London. Di sana ia bekerja sebagai pengacara. Dalam pada itu Liga Muslimin perlu pada pimpinan baru lagi aktif, maka di tahun 1934 ia diminta pulang oleh teman-temannya dan pada tahun itu juga ia dilih menjadi Ketua tetap dari Liga Muslimin. Dibawah pimpinan Jinnah kali ini, Liga Muslimin berobah menjadi gerakan rakyat yang kuat.
Dengan adanya perkembangan ini ummat Islam India, tiba-tiba mulai sadar, demikian Al-Biruni menulis, bahwa apa yang ditakutkan Sir Sayyid Ahmad Khan dan Vigar Al-Mulk sebelumnya, sekarang mulai menjadi kenyataan, kekuasaan Hindu mulai terasa. Para Perdana Menteri Punjab, Bengal dan Sindi juga mulai mengadakan kerjasama dengan Jinnah. Sokongan ummat Islam India kepada Jinnah dan Liga Muslimin bertambah kuat lagi dan ini ternyata dari hasil pemilihan 1946. di Dewan pusat (Central Assembly) seluruh kursi yang disediakan untuk golongan Islam, dapat diperoleh oleh Liga Muslimin. Kedudukan Jinnah dalam perundingan dengan Inggris dan Partai Kongres Nasional India mengenai masa depan Ummat Islam India bertambah kuat.
Di tahun 1942 Inggris telah mengeluarkan janji akan memberi kemerdekaan kepada India sesudah Perang Dunia 11 selesai. Pelaksanaannya mulai dibicarakan dari tahun 1945. dalam pada itu diputuskan untuk mengadakan sidang Dewan Kostitusi pada bulan Desember 1946, dan Jinnah melihat bahwa dalam suasana demikian sidang tidak bisa diadakan dan oleh karena itu meminta supaya ditunda. Setahun kemudian keluarlah putusan Inggris untuk menyerahkan kedaulatan kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk Pakistan dan satu untuk India.
Pada tanggal 14 Agustus 1947 Dewan Konstitusi Pakistan dibuka dengan resmi dan keesokan harinya 15 Agustus 1947 Pakistan lahir sebagai negara bagi ummat Islam India. Jinnah diangkat menjadi Gubernur Jenderal dan mendapat gelar Qaid-i-Azam (pemimpin Besar) dari rakyat Pakistan.Pembaharuan-pembaharuan di India mempunyai peranan masing-masing, disengaja atau tidak, dalam perwujudan Pakistan. Sayyid Ahmad Khan denganm idenya tentang pentingnya ilmu pengetahuan, Sayyid Amir Ali dengan idenya bahwa Islam tidak menentang kemajuan modern, dan Iqbal dengan ide dinamikanya, amat membantu bagi usaha-usaha Jinnah dalam menggerakan ummat Islam India, yang seratus tahun yang lalu masih merupakan masyarakat yang berada dalam kemunduran, untuk menciptakan negara dan masyarakat Islam modern di anak benua India.

f. Abdul Kalam Azad
Kendatipun dia menjadi ikon nasionalisme sekular di India saat ini, Azad sebenarnya lahir di Mekkah pada 1888 dan tinggal di sana sampai berusia tujuh tahun. Ayahnya Khairuddin, seorang tokoh sufi berasal dari Calcutta (sekarang Kolkata) West Bengal, dibujuk oleh murid-murid sufinya yang dari Calcutta untuk kembali ke kota itu. Di bawah pengawasan ketat ayahnya, Azad melanjutkan mempelajari ilmu-ilmu agama, walaupun dia kurang suka dengan cara dan metode restriktif dan otoritarian dalam pengajaran silabusnya.
Oleh karena itu, atas prakarsa sendiri, Azad muda secara diam-diam mempelajari juga buku-buku dalam bahasa Urdu dan syair-syair Persia dan bahkan belajar memainkan sitar. Selama masa itu dia juga mengalami suatu rasa muak terhadap sikap ‘penyembahan’ murid-murid sufi terhadap ayahnya yang menjadi mursyid (urdu pir) dan lenyapnya kemauan untuk menggantikan posisi ayahnya sebagai mursyid kelak.
Pada umur tigabelas tahun, Azad betul-betul tidak betah belajar agama dan mulai rajin membaca karya-karya pemikir Islam moderat Sir Syed Ahmad Khan. Namun demikian, rasionalisme Sir Syed malah semakin memperkuat keraguan Azad muda tentang agama. Dan saat itulah yakni dari umur 14 sampai 22 tahun, menurut penuturannya sendiri, dia mengalami masa-masa menjadi atheis. Dalam kurun waktu masa remajanya dia tampak akrab dengan tokoh revolusi Hindu Bengal. Gabungandari perjalanan singkatnya ke Timur Tengah dan kemampuannya membaca buku-buku berbahasa Arab akhirnya membawanya ke dalam ide-ide reformis Sheikh Muhammad Abduh, Mesir dan nasionalisme dan anti-imperialisme-nya Mustafa Kamal.
Setelah periode kekeringan spiritual ini, Azad, pada akhir 1909, merasakan pengalaman mistikal/emosional yang memperbarui rasa keimanannya pada agama dan mengubah kepribadiannya secara dramatis. Menyusul ‘konversi’-nya ini, karir Azad mulai tinggal landas pada 1912 dengan terbitnya jurnalnya dalam bahasaUrdu Al-Hilal. Dengan bahasa yang khas, jurnal Al-Hilal mengajak umat untuk kembali pada ajaran Islam ‘murni’ dan pada waktu yang sama, menuntut kemerdekaan India. Melalui interpretasinya terhadap Islam, Azad ingin mengajak Muslim India dalam platform gerakan kemerdekaan dan bekerja sama dengan umat Hindu. Kendati sebelumnya sangat mengagumi Sir Syed Ahmad Khan, Azad menjadi pengeritik keras atas sikap politik loyalis Sir Syed dan Aligarh University.
Berbeda dengan apa yang dinyatakan dalam sejumlah historiografi di India dan Pakistan, kerja sama Hindu-Muslim bukanlah sesuatu yang diadopsi Azad berdasarkan kelayakan (expediency) atau setelah pertemuannya dengan Mahatma Gandhi. Walaupun jurnalnya ambigu dalam metode kerja sama spesifik dan pengaturan politik pasca merdeka, kesatuan Hindu-Muslim menjadi idenyayang parsial sejak awal. Hal ini terbukti dari esainya yang tajam pada 1910 tentang tokoh sufi moderat Sarmad. Akan tetapi, ada senandung revivalis pada Al-Hilal yang oleh para kritikus di kemudian hari dikatakan sebagai menimbulkan kesadaran komunal di kalangan Muslim tertentu, kendati cara-cara retorik dipakai untuk membangkitkan kalangan Muslim keluardari kemalasan politik (Ian Henderson Douglas:1993).
Ketika Perang Dunia I berkecamuk di Eropa, pemerintahan Inggris, menganggap jurnal Al-Hilal penghasut, mengusir Azad dari Bengal dan diasingkan di Ranchi selama tiga setengah tahun. Beberapa minggu setelah bebas, dia bertemu Mahatma Gandhi di Delhi untuk pertama kalinya; menerima program non-koperasi-nya Gandhi dan menjadi tokoh Muslim pertama di India yang mendeklarasikan diri sebagai aliansi Mahatma Gandhi. Pembunuhan masal di Jallianwala Bagh membuat seluruh orang India marah, tetapi Muslim India juga gelisah melihat cara pemerintahan Inggris mengatasi empirium Turki dan Pergerakan Khilafat dalam waktu Perang Dunia I. Setelah konsultasi dengan Azad, Gandhi membujuk Congress untuk menuntut perlindungan terhadap Khilafat sebagai bagiandari tuntutan nasional untuk kemerdekaan. Hubungan yang tumpang tindih antara Congress dan Khilafat Confrence berujung pada dibawanya Muslim India dalam jumlah besar ke dalam pergerakan kemerdekaan.
Pada 1921 kesatuan Hindu-Muslim di India tampaknya mencapai puncak keakraban. Tidak lama kemudian Azad-pun ditangkap. Kendatipun solidaritas berhasil dicapai secara impresif, namun terbukti berumur pendek; ketika Azad dibebaskan pada 1923,India mengalami gelombang kuat kerusuhan komunal. Di samping adanya faktor-faktor penting lain, Muslim India terhenyak dari angan-angan mereka karena adanya kebijakan pemerintahan Turki untuk menghapus Khilafat. Akibat ambigu dari Pergerakan Khilafat telah mengundang kritik dari kritikus sejarah di kemudian hari terhadap usaha-usaha Azad yang ‘mencampur’ agama dengan politik. Dengan memakai argumen Qur’an secara tidak sistematis guna mendukung Pergerakan Khilafat dan kerja sama Hindu-Muslim, dikatakan bahwa Azad secara kurang hati-hati telah menanamkan politik identitas pada kalangan Muslim dan membiarkan beberapa idenya disalahpahami oleh kepentingan-kepentingan komunal.
Azad mulai menyadari bahwa dalam politik dia hanya dapat terpandu oleh prinsip-prinsip umum agamanya dan oleh pengetahuannya akan sejarah MuslimIndia, bukan oleh perintah-perintah tekstual Qur’an yang spesifik. Pada waktu itu, dia juga semakin aktif dalam panggung Congress, dan kapabilitas mediatornya secara luas telah mencegah terjadinya perpecahan dalam partai Congress antara konstitusionalis semacam Motilal Nehru dan non-koperasionis seperti Vallabhai Patel. Walaupun dia terus melanjutkan usaha-usahanya untuk membawa berbagai organisasi Muslim sejalan dengan Congress dan terlibat dalam pergerakan kemerdekaan, namun pada 1928 perbedaan serius mencuat antara Congress dan sejumlah organisasi semacam Muslim League dan Khilafat Conference berkenaan dengan laporan Nehru. Azad terpaksa memutuskan hubungan dengan kedua organisasi Muslim tersebut.
Pada 1930, Congress mendeklarasikan kemerdekaan penuh sebagai tujuan pergerakan nasional, dan pemberontakan sipil berlanjut dengan penuh semangat menyusul Salt March-nya Gandhiyang terkenal. Azad ditahan dua kali berturut-turut selama periode ini, dan kemudian dilepas pada 1936 bersama kalangan pemimpin Congressyang lain. Dalam masa-masa penahanannya inilah Azad, yang akrab dipanggil Maulana (Jawa kyai), berhasil menyelesaikan edisi pertama karyanya yang terkenal Tarjuman al-Qur’an, terjemahan dan tafsir Qur’an dalam bahasa Urdu. Edisi kedua yang diperluas terbit pada 1940-an. Terjemahan dan tafsirnya yang belum rampung ini menjadi pernyataan teologisnya yang paling definitif, walaupun kontroversial, tentang bagaimana semestinya sikap keberagamaan Muslim India dalam suasana pluralitas agama dan sekularitas politik. Oleh karena itu, dia mengartikulasikan sebuah Islam yang ramah terhadap bentuk-bentuk lain monoteisme, khususnya Hinduisme, dan yang menekankan pada sikap etika kebaikan yang umum (Rajmohan Gandhi: 1986). Kendati karyanya merupakan usaha besar untuk menanamkan etos liberal pada Islam, patut disayangkan ternyata Tarjuman al-Qur’an tidak mendapat sambutan dan pengaruh besar seperti yang dia harapkan. Kontroversi yang ditimbulkan oleh karyanya ini, khususnya dari kalangan ulama yang mendukungnya secara politis, menghilangkan aspirasinya untuk menelorkan karya yang lebih besar dan komprehensif dalam pembaruan agama dan reinterpretasi.
Menyusul meninggalnya M.A. Ansari pada 1936, Azad menjadi tokoh Muslim paling berpengaruh di Congress. Pada 1939 dia terpilih menjadi Presiden partai Congress, walaupun dia bukan Muslim pertamayang menduduki posisi itu. Pada periode 1930-an Muslim League di bawah kepemimpinan Ali Jinnah mendapat angin, yang disebabkan antara lain oleh kekecewaan sebagian kalangan Muslim atas sikap pemerintahan propinsi yang dipimpin Congress. Pidato kepresidenan Azad dalam sesi Ramgarh partai Congress pada 1940 yang terjadi hanya selang beberapa hari sebelum Pakistan Resolution-nya Jinnah yang historik di samping mengartikulasikan pandangan kalangan Muslim nasionalis, juga menjadi pernyataan klasik tentang sekularisme India dan penolakannya atas teori dua negara.
Sayangnya, di samping terperangkap dalam ketegangan antara Hindu dan Muslim komunalis, Azad pada saat ini menjadi korban kampanye kebencian oleh lawan-lawan politiknya yang Muslim yang cukup berpengaruh. Akibatnya banyak kalangan agama, dan kalangan terdidik moderat yang awalnya menghargai kepribadian dan ide-ide pembaruannya berbalik menentangnya. Kendati dia mampu menarik ribuan massa dengan kemampuan orasinya apabila diperlukan, akan tetapi rasa kebanggaannya dan kepribadiannya yang elegan mencegahnya untuk mengkonter lawan-lawan politiknya secara publik. Watak aristokratik dan intelektualitasnya juga membuatnya tidak terjun langsung pada kalangan massa Muslim ketika intervensi semacam itu dibutuhkan. Azad ditahan untuk yang kelima kalinya pada 1940, menyusul kampanye terbatas pemberontakan sipil, dan dibebaskan setahun kemudian. Pada 1942, menyusul Pergerakan Quit India yang lebih komprehensif, dia bersama kalangan pimpinan Congress yang lain, ditahan lagi. Begitu dibebaskan pada 1946, Azad tetap menempati posisi sebagai Presiden partai Congress sepanjang tahun-tahun Perang. Selama masa kepemimpinannya, dia mencoba mendorong Congress untuk mencari solusi atas ketakutan kalangan Muslim dan berusaha membuat sejumlah konsesi dengan Muslim League yang dipimpin Ali Jinnah guna menghindari pecahnya India, tetapi sikap bersikeras Jinnah dan sejumlah kesalahan yang dilakukan Congress membuat pecahnya India menjadi dua negara tidak dapat terhindarkan lagi.
Azad, walaupun dengan agak ragu-ragu, akhirnya melepaskan kursi kepresidenan partai Congress pada 1946, dengan harapan bahwa hal ini akan membuka jalan rekonsiliasi antara Congress dan Muslim League; karena selama ini Muslim League menolak mengakui kehadiran seorang Muslim dalam Congress. Dia bahkan menolak kursi kabinet pemerintahan koalisi yang terbentuk pada tahun itu, tetapi pada 1947, atas desakan Gandhi, dia menjadi Menteri Pendidikan. Azad menentang keras rencana Lord Mounbatten, viceroy Ratu Inggris di India, untuk memecah India (Syeda Saiyidain Hameed: 1998). Tetapi pada Maret tahun itu juga, pemisahan (partition) itu tak terelakkan lagi; polarisasi dalam tubuh pemerintahan interim yang terdiri dari Congress dan Muslim League, dan meningkatnya kekerasan komunal di seluruh India semakin tak terkendali. Kendatipun, sebagaimana Gandhi, dia terpaksa menerima pemisahan itu, tetapi jauh dalam relung hatinya dia tidak dapat menyembunyikan kekecewaan dan sakit hatinya atas peristiwa partition dan pertumpahan darah yang terjadi setelahnya.
Menyusul Kemerdekaan India, dia memegang jabatan Menteri Pendidikan selama sepuluh tahun. Dan walaupun bukan seorang administrator yang efektif, tetapi selama masa jabatannya sempat membuat beberapa kebijakan penting seperti mengadakan pendidikan teknis bagi perempuan dan orang dewasa, pendirian akademi sastra, dan menolak membuang bahasa Inggris sebagai bahasa nasional. Sebagaimana pada masa-masa sebelumnya, dia tetap tidak dapat memproyeksikan dirinya dalam kesalihan mistis seperti, umpamanya, Baba Farid yang dibutuhkan untuk menarik massa Muslim dan Hindu padanya; tetapi kepercayaannya pada pluralisme agama dan butuhnya sebuah pandangan humanistik semakin berkembang. Dia bahkan secara terbuka sering menyatakan dalam sejumlah pidatonya akan adanya persamaan antara pemikiran Veda dan Sufi. Masa-masa terakhirnya ditandai dengan kesedihan dan kesepian, sebuah konsekuensi logis dari kehidupan yang dilalui secara sangat individualistik. Maulana Abul Kalam Azad wafat pada 1958 akibat stroke dan dikebumikan dalam sebuah tempat terhormat di Old Delhi dekat Jama Masjid.
Membandingkan Azad dengan Ali Jinnah adalah sebuah ironi. Azad, yang memiliki keilmuan Islam mumpuni memilih pandangan nasionalisme sekuler berdasarkan sensibilitas religius personal, sementara Ali Jinnah, seorang modernis dengan didikan agama yang minimal, memilih jalan perjuangan berdirinya negara Islam yang terpisah hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan politik praktis.Ini mirip dengan fenomena di Indonesia antara kalangan mahasiswa IAIN (UIN) yang cenderung sekuler dengan mahasiswa jurusan umum, khususnya jurusan teknik dan kedokteran, yang justru yang cenderung lebih memilih jalan religius.

D. Pembaharuan di Indonesia
a. Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi Islam yang besar di Indonesia. Nama organisasi ini diambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga Muhammadiyah juga dapat dikenal sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.
Tujuan utama Muhammadiyah adalah mengembalikan seluruh penyimpangan yang terjadi dalam proses dakwah. Penyimpangan ini sering menyebabkan ajaran Islam bercampur-baur dengan kebiasaan di daerah tertentu dengan alasan adaptasi.
Gerakan Muhammadiyah berciri semangat membangun tata sosial dan pendidikan masyarakat yang lebih maju dan terdidik (ini dibuktikan dengan jumlah lembaga pendidikan yang dimiliki Muhammadiyah yang berjumlah ribuan). Menampilkan ajaran Islam bukan sekadar agama yang bersifat pribadi dan statis, tetapi dinamis dan berkedudukan sebagai sistem kehidupan manusia dalam segala aspeknya. Akan tetapi, ia juga menampilkan kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang ekstrem.
Dalam pembentukannya, Muhammadiyah banyak merefleksikan kepada perintah-perintah Al Quran, diantaranya surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ayat tersebut, menurut para tokoh Muhammadiyah, mengandung isyarat untuk bergeraknya umat dalam menjalankan dakwah Islam secara teorganisasi, umat yang bergerak, yang juga mengandung penegasan tentang hidup berorganisasi. Maka dalam butir ke-6 Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah dinyatakan, melancarkan amal-usaha dan perjuangan dengan ketertiban organisasi, yang mengandung makna pentingnya organisasi sebagai alat gerakan yang niscaya.
Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912. Persyarikatan Muhammadiyah didirikan untuk mendukung usaha KH Ahmad Dahlan untuk memurnikan ajaran Islam yang dianggap banyak dipengaruhi hal-hal mistik. Kegiatan ini pada awalnya juga memiliki basis dakwah untuk wanita dan kaum muda berupa pengajian Sidratul Muntaha. Selain itu peran dalam pendidikan diwujudkan dalam pendirian sekolah dasar dan sekolah lanjutan, yang dikenal sebagai Hooge School Muhammadiyah dan selanjutnya berganti nama menjadi Kweek School Muhammadiyah (sekarang dikenal dengan Madrasah Mu'allimin khusus laki-laki, yang bertempat di Patangpuluhan kecamatan Wirobrajan dan Mu'allimaat Muhammadiyah_khusus Perempuan, di Suronatan Yogyakarta).
Pada masa kepemimpinan Ahmad Dahlan (1912-1923), pengaruh Muhammadiyah terbatas di karesidenan-karesidenan seperti: Yogyakarta, Surakarta, Pekalongan, dan Pekajangan, daerah Pekalongan sekarang. Selain Yogya, cabang-cabang Muhammadiyah berdiri di kota-kota tersebut pada tahun 1922. Pada tahun 1925, Abdul Karim Amrullah membawa Muhammadiyah ke Sumatera Barat dengan membuka cabang di Sungai Batang, Agam. Dalam tempo yang relatif singkat, arus gelombang Muhammadiyah telah menyebar ke seluruh Sumatera Barat, dan dari daerah inilah kemudian Muhammadiyah bergerak ke seluruh Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan. Pada tahun 1938, Muhammadiyah telah tersebar keseluruh Indonesia.

b. Nahdatul Ulama
Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1928 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Kalangan pesantren yang selama ini gigih melawan kolonialisme, merespon kebangkitan nasional tersebut dengan membentuk organisasi pergerakan, seperti Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Suatu waktu Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab Wahabi di Mekkah, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermazhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut. Dengan sikapnya yang berbeda itu kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta pada tahun 1925. Akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekkah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Sumber lain menyebutkan bahwa K.H. Hasyim Asy'ari, K.H. Wahab Hasbullah dan sesepuh NU lainnya melakukan walk out.
Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermazhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamakan Komite Hejaz, yang diketuai oleh K.H. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, maka Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya, hingga saat ini di Mekkah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan mazhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermazhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah dan peradaban yang sangat berharga.
Berangkan komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

Paham Keagamaan
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrim aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrim naqli (skripturalis). Karena itu sumber pemikiran bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi. Kemudian dalam bidang fiqih mengikuti satu mazhab:Syafi'i meskipun mengakui tiga madzhab yang lain: Hanafi, Maliki, Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.



c. Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI)
Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) dibantu oleh umat Islam dilatarbelakangi dengan kebijakan Belanda membentuk Undang-Undang perkawinan pada tahun 1937. Undang-Undang tersebut dianggap oleh umat Islam bertentangan dengan umat Syari’at islam, sehingga Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah yang mewakili umat Islamberinisiatif mendirikan MIAI, sehingga pada tahun 1937 didirikanlah Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI). Kongres al-Islam pertama yang di selenggarakan MIAI pada tanggal 26 Februari-1 Maret 1938 di Surabaya.
Pada kongres pertama ini membahas tentang Undang-Undang Perkawinan yang diajukan pemerintah. Masalah ini dibicarakan dalam kongres kesatu antara lain: soal hak waris umat Islam, raad agama, permulaan bulan puasa, dan perbaikan perjalanan haji. Kongres ke-2 lebih banyak mengulang materi kongres pertama. Dengan penekanan pada masalah perkawinan dan artikel yang berisi tentang penghinaan terhadap umat Islam. Untuk masalah penghinaan tersebut, kongres membentuk komisi yang diketuai Persatuan Islam Indonesia (PERSIS), dengan maksud untuk melakukan penelitian terhadap masalah tersebut dan mempersiapkan pembelaannya.
Kongres ke-3 di selenggarakan di Solo pada tanggal 7-8 Juli 1941. Pada kongres ini, materi yang dimusyawarahkan tentang perjalanan haji, tempat shalat di Kereta Api, penerbitan surat kabar MIAI, Fonds MIAI, zakat fitrah, raad agama, dan tranfusi darah. Sebagai fedarasi yang didirikan dengan tujuan untuk mempersatukan umat Islam dan konflik-konflik keagamaan. Kegiatan keagamaan MIAI mulai nampak sejak kekuasaan kolonel Belanda digeser oleh Jepang. Hal ini tidak lepas dari politik Jepang terhadap umat Islam yang berpolitik.
Peran MIAI cukup besar dalam mempersatukan umat Islam di dalam suatu komunitas umat yang berlandaskan dengan al-Qur’an dan sunnah, sehingga perbedaan yang timbul pad asaat itu mengenai hal-hal keagamaan dapat diselesaikan dengan baik tanpa adanya perdebatan yang panjang antara umat Islam sendiri., sehingga umat Islam tidak terpecah-belah pada saat penjajah melakukan penindasan terhadap mereka. Pada tahun 1943 MIAI dibubarkan, karena penjajah yang berkuasa pada saat itu menganggap MIAI sudah tidak relevan dengan kebijakan penjajah. Oleh sebab itu dibuat kebijakan baru yang bisa mengakomodasi kebijakan penjajah terhadap umat Islam. Untuk merealisasikannya, maka diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (MASYUMI) sebagai organisasi baru yang menjadi salah satu tempat aspirasi umat Islam. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Historis untuk mengkaji Peran Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) Dalam Bidang Keagamaan.

D. Masyumi
Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia atau Masyumi adalah sebuah partai politik yang berdiri pada tanggal 7 November 1945 di Yogyakarta. Partai ini didirikan melalui sebuah Kongres Umat Islam pada 7-8 November 1945, dengan tujuan sebagai partai politik yang dimiliki oleh umat Islam dan sebagai partai penyatu umat Islam dalam bidang politik.
Masyumi pada akhirnya dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1960 dikarenakan tokoh-tokohnya dicurigai terlibat dalam gerakan pemberontakan dari dalam Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Pada masa pemerintahan Soeharto, terjadi rehabilitasi sebagian dari tokoh-tokoh Masyumi, di mana beberapa tokoh-tokoh Masyumi diperbolehkan aktif kembali dalam politik dengan meleburkan diri ke dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Masyumi pada awalnya didirikan 24 Oktober 1943 sebagai pengganti MIAI karena Jepang memerlukan suatu badan untuk menggalang dukungan masyarakat Indonesia melalui lembaga agama Islam. Meskipun demikian, Jepang tidak terlalu tertarik dengan partai-partai Islam yang telah ada di zaman Belanda yang kebanyakan berlokasi di perkotaan dan berpola pikir modern, sehingga pada minggu-minggu pertama, Jepang telah melarang Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) dan Partai Islam Indonesia (PII).
Selain itu Jepang juga berusaha memisahkan golongan cendekiawan Islam di perkotaan dengan para kyai di pedesaan. Para kyai di pedesaan memainkan peranan lebih penting bagi Jepang karena dapat menggerakkan masyarakat mendukung Perang Pasifik, sebagai buruh atau tentara. Setelah gagal mendapatkan dukungan dari kalangan nasionalis di dalam Putera, Jepang mendirikan Masyumi.
Masyumi pada zaman pendudukan Jepang belum menjadi partai namun merupakan federasi dari empat organisasi Islam yang diijinkan pada masa itu, yaitu Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persatuan Umat Islam, dan Persatuan Umat Islam Indonesia.[1]
Nahdlatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi massa Islam yang sangat berperan dalam pembentukan Masyumi. Tokoh NU, KH Hasyim Asy'arie, terpilih sebagai pimpinan tertinggi Masyumi saat itu. Tokoh-tokoh NU lainnya banyak yang duduk dalam kepengurusan Masyumi dan karenanya keterlibatan NU dalam masalah politik menjadi sulit dihindari. Nahdlatul Ulama kemudian keluar dari Masyumi melalui surat keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) pada tanggal 5 April 1952 akibat adanya pergesekan politik di antara kaum intelektual Masyumi yang ingin melokalisasi para kiai NU pada persoalan agama saja.
Hubungan antara Muhammadiyah dengan Masyumi pun mengalami pasang surut secara politis, dan sempat merenggang pada saat Pemilu 1955. Muhammadiyah pun melepaskan keanggotaan istimewanya pada Masyumi menjelang pembubaran Masyumi pada tahun 1960.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar